Monday, 9 September 2013

1.   Implementasi Pendidikan Inklusif masih menjadi issue controversial di antara stake holders pendidikan kita dewasa ini. Sebagai Negara yang sedang bergerak kearah pendidikan yang demokratis, hal itu sesungguhnya suatu hal yang wajar, dimana timbul kelompok yang optimis bahwa pendidikan inklusif sangat tepat dan akan berkembangan baik. Disini lain ada kelompok yang pesimis yang beranggap bahwa pendidikan inklusif terlalu ideal dan karenanya sukar diwujudkan.
a.    Bagaimana pendapat saudara sendiri, dimana posisi saudara?
b.    Secara manajemen, tanggung pendidikan  berkebutuhan  khusus berada  pada mendiknas  dan gubernur, yaitu berada pada Dikdasmen dan Dinas pendidikan propinsi:
(1) Apa keuntungan dan kerugian hal tersebut untuk perkembangan pendidikan berkebutuhan khusus selanjutnya?
(2)   apa rekomendasi saudara untuk perbaikan terhadap struktur ini, agar pendidikan inklusif/pendidikan pendidikan berkebutuhan khusus bisa lebih berkembang

2.   Layanan pendidikan bagi anak berkeutuhan khusus di Indonesia telah berkembang secara alamiah dari masa ke masa sesuai dengan perubahan paradigm berfikir dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami manusia. Kita mengenal perubahan- perubahan itu mulai dari system pendidikan segregasi, lalu ke integrasi dan sekarang pendidikan inklusi
a.   Jelaskan secara lengkap karakteristik perkembangan dari masing- masing system tersebut (system pendidikan segregasi, system pendidikan integrasi dan system pendidikan inklusif)
b.   Jelaskan keuntungan- keuntungan dan hambatan- hambatan dalam implementasi pendidikan inklusif di Indonesia? Serta kemukakan bagaimana cara terbaik menanggulangi hambatan- hambatan terseut menurut saudara?

3.   Sekurang-kurangnya ada sembilan prinsip dasar  agar pendidikan inklusif  dapat dikembangkan di sekolah dengan baik. Coba sebutkan  dan jelaskan   semua elemen tersebut menurut pemahaman saudara.
      Langkah-langkah dasar yang akan saya lakukan agar pendidikan inklusif dapat berjalan dengan baik adalah:
1.   adanya ide tentang inovasi yang akan di gulirkan.
Inklusif,  karena masih banyak anak ABK yang  belum dapat bersekolah karena SLB yang sangat jauh (satu kecamatan satu SLB, sedangkan setiap desa pasti ada ABK)
      2.   Diagnosa
Mengapa terjadi demikian? Karena belum banyak yang mengatahui tentang positifnya  inklusif. Faktor apa saja penyebabnya? Guru reguler merasa berat menangani ABK
      3.   Perumusan masalah
Mengapa sekolah terdekat tidak mau menerima ABK? Karena sekolah takut dikarenakan tidak dapat mengakomodasi dengan baik.
      4.   Tujuan pemecahan masalah
             Terlaksananya pendidikan bagi ABK yang dekat dengan tempat tinggal.
      5.   Menentukan sumber dan penghambat
Sumbernya berupa sekolah yang dekat mau menerima ABK untuk bersekolah. Penghambatnya adalah pihak sekolah masih kesulitan dalam menangani ABK jika bersekolah di sekolah tersebut, akhirnya sekolah tetap mau menerima tetapi belum dapat memberikan layanan yang baik terhadap ABK.
      6.  Menetukan alternatif pemecahan masalah.
Dengan adannya pelatihan, workshop bagi guru-guru reguler untuk menangani ABK di sekolah yang meliputi kurikulum yang digunakan ABK, penyusunan asesmen, pembelajaran yang dapat mengakomodasi, evaluasi, dan pelayanan khusus bagi anak, dan kerja sama dengan SLB untuk memberikan layanan yang tepat bagi ABK.
      7.         memilih alternative  yang tepat.
Dari berbagai alternative tersebut dipilih yang paling tepat yang akan digunakan  dalam prinsip penyelengagaraan inklusif yaitu adanya kerja sama dengan SLB untuk menentukan layanan yang tepat bagi ABK yang bersekolah di sekolah reguler serta  aktif membantu memecahkan masalah  yang berkaitan dengan implementasi  pendidikan inklusif, sebagai pusat  informasi di bidang  pendidikan inklusif dan lain lain yang berhubungan dengan masalah inklusif  di sekolah.
8.   keputusan menerima atau menolak inovasi.
Setelah itu sekolah terdekat mau menerima ABK   dengan kerja sama dengan SLB untuk menentukan layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Dalam hal ini sekolah sepakat untuk menerima inovasi yang dicanangkan pemerintah.
      9.         implementasi dan monitoring
Setelah adanya kerja sama dengan guru SLB untuk sharing tentang layanan yang sesuai dengan ABK  maka Inklusif tersebut diimplementasikan  dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang ada dan selalu di monitoring  oleh dinas daerah dan pusat setempat.
      10.  evaluasi.
Setelah implementasi dan monitoring berlangsung, maka diadakan evaluasi. Dari hasil evaluasi  di gunakan perbaikan untuk menyempurnakan program inklusif di sekolah.  Program inklusif tersebut di gulirkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat karena tidak  adanya SLB terdekat di daerah tersebut,  jadi program tersebut  diterapkan di sekolah reguler agar dapat  menerima  ABK karena ABK juga mempunyai hak yang sama untuk belajar seperti anak reguler pada umumnya.

4.   buatlah perencanaan strategik untuk pengembangan  pendidikan inklusif  di indonesia. (ingat langkah-langkah manajemen strategik) anda boleh memilih salah satu dari level   yang paling anda sukai, apakah ditingkat Kementrian Pendidikan Nasional, di tingkat Disdik propinsi,  atau di tingkat  institusi sekolah.
1.a        Saya setuju pendidikan inklusif ini di  implementasikan di Indonesia karena pendidikan inklusif merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan yang memberikan kesempatan kepada ABK untuk bersekolah bersama-sama dengan anak pada umumnya. Hal ini di nilai bahwa seyogyanga dalam dunia pendidikan keberagaman antar individu tidak dipandang sebagai diskriminasi melainkan sebagai sebuah kekomplekan mahluk ciptaan tuhan. Filosofi dasar inklusif dari Bhineka Tunggal Ika meskipun di ciptakan beragam tetapi tidak  ada diskriminasi. Keuntungan dari inklusif sendiri adalah anak reguler belajar bersama-sama dengan ABK agar anak reguler dapat mengerti dan memahami keberagaman individu. Dengan demikian konsep pendidikan inklusi membawa hal yang positif dalam dunia pendidikan karena memberikan kesempatan kepada semua anak untu belajar bersama-sama di sekolah. Karena keuntungan dari sekolah inklusif adalah:
                  ·     Membangun kesadaran dan konsensus  pentingnya Pendidikan Inklusif sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif.
·     Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi.
·     Semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.
·                 Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial, dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.
·     Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.
Dengan memperhatikan beberapa keuntungan inklusif tersebut maka banyak manfaat yang di peroleh jika inklusif itu di terapkan meskipun dalam penerapannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian.

b.1. Keuntungan tanggung jawab pendidikan inklusif  di bawah tanggung mendiknas adalah dalam memanajemen pendidikan inklusif bisa langsung terkontrol oleh pusat sehingga apabila ada suatu permasalahan yang dihadapi oleh sekolah mendiknas dapat langsung mengatasi permasalahan karena mendiknas berperan aktif  dalam menyelasaikan masalah. Sedangkan kerugiannya adalah proses yang dijalani terlalu lama dan terbelit-belit. Apabila ada suatu permasalahan jika meminta masukan dari mendiknas membutuhkan waktu yang lama hal ini di karenakan jangkauan mendiknas yang terlalu jauh untuk menangani masalah yang urgen. Menurut pengalaman saya, orang mendiknas lebih lama mengangani  permasalahan sekolah, mendiknas menilai itu tanggung jawab dinas setempat sedangkan dinas setempat tidak mau bertanggung jawab karena itu tugas mendiknas langsung. Dengan demikian adanya  ketidakpastian dalam memanajemen pendidikan kebutuhan khusus di suatu wilayah.
b.2  Rekomendasi saya terhadap struktur ini adalah dengan adanya kejelasan apabila pendidikan kebutuhan khusus di bawah naungan mendiknas atau dinas di suatu tempat. Karena dengan demikian sudah jelas yang menanungi pendidikan kebutuhan khusus. Selain itu ada kerjasama yang solid antara bebrapa pihak dalam implementasi pendidikan khusus ini. Yang terahir ada job description bagi masing-masing instansi atau individu agar tugas dan wewenang yang di berikan itu jelas dan dapat dijalankan sebagaimana mestinya demi menunjang proses pendidikan kebutuhan khusus.

2.a  Sekolah Integrasi: Secara etimologis istilah segregasi berasal dari kata segregate (diartikan memisahkan, memencilkan) atau segregation (diartikan pemisahan). Para ilmuwan kita mengartikan segregasi sebagai proses pemisahan suatu golongan dari golongan lainnya; atau pengasingan; atau juga pengucilan. Berkaitan dengan kePLBan, pendidikan segregasi adalah suatu system pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus yang terpisah dari system pendidikan anak normal. System pendidikan segregasi merupakan system layanan pendidikan bagi ABK tertua di tanah air kita, bahkan berdiri sebelum Indonesiamerdeka. Pemisahan yang terjadi bukan sekedar tempat/lokasi, tetapi mencakup keseluruhan program penyelenggaraannya. Layanan pendidikan semacam ini disebut layanan pendidikan bagi ABK melalui pemisahan program penyelenggaraan pendidikan secara penuh dari program pendidikan anak-anak pada umumnya. Dengan diagnosis seperti itulah dapat diketahui anak tunanetra bagi anak dengan gangguan penglihatan , misalnya dan seterusnya. Dengan kata lain, adanya diagnosis memunculkan anak khusus (ALB), sekolah/tempat khusus (PLB) atau Special Education, layanan pendidikan khusus, sesuai dengan labelnya yang akhirnya memunculkan katagori-katagori anak. Sifat sekolah yang khusus inilah yang kita sebut pendidikan segregasi. Jadi dalam pendidikan segregasi kebutuhan (needs) anak tidak dilihat secara individu. Pendidikan Segregasi lahir sejalan dengan sikap dan pandangan masyarakat saat itu terhadap anak yang mengalami hambatan, serta para pakar pendidikan yang berbasis kedokteran. Seiring disahkannya Undang-undan Pendidikan Nasional (UUSPN) no. 2/1989, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah no. 72 tahun 1991, maka bentuk pendidikan regregasipun menyesuaikan diri; dimana, terdapat dua cara untuk mendirikan dan membina sekolah-sekolah khusus yang disebut Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan lembaga pendidikan yang dipersiapkan untuk menangani dan memberikan pelayanan pendidikan secara khusus bagi penyandang jenis kelainan tertentu. Dalam pelaksanaannya SLB terbagi atas beberapa jenis sesuai dengan kelainan peserta didik, yaitu:
1.   SLB Bagian A, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yag menyandang kelainan pada penglihatan (Tunanetra).
2.   SLB Bagian B, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yag menyandang kelainan pada pendengaran (Tunarungu)
3.   SLB Bagian C, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunagrahita ringan dan SLB Bagian C1, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunagrahita sedang.
4.   SLB Bagian D, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunadaksa tanpa adanya gangguan kecerdasan dan SLB D1, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunadaksa yang disertai dengan gangguan kecerdasan.
5.   SLB Bagian E, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunalaras.
6.   SLB Bagian G, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunaganda.
Adapun Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung beberapa jenis kelainan, yaitu : tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, bahkan juga tunaganda yang ditampung dalam satu atap. Dalam pelaksanaannya biasanya ruangan disekat-sekat sebagai pemisah sesuai dengan jenis kelainannya. Pendirian SDLB dimaksudkan untuk menuntaskan gerakan wajib belajar pada tingkatan sekolah dasar. Oleh karenanya SDLB dibangun di tempat-tempat yang tidak terdapat SLB dan jumlah ABK dari masing-masing jenis kelainan relative sedikit jumlahnya, yang dirasa belum perlu membangun kelas atau SLB sesuai dengan jenis kelainan masing-masing. SLB melayani pendidikan dengan satu kelainan, sedangkan SDLB melayani berbagai kelainan pada tingkat sekolah dasar.Baik penyelenggaraan SLB maupun penyelenggaraan SDLB di Indonesia berlandaskan pada UUD 1945, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah tentang PLB. Disamping itu juga berdasarkan pada landasan pedagogis, psikologis, maupun sosiologis. Landasan pedagogis, yaitu dengan memberikan layanan pendidikan yang sitematis dan terarah, di mana anak-anak berkelainan diharapkan dapat menjadi warga Negara atau anggota masyarakat yang terampil dan mandiri, serta bertanggung jawab terhadap kehidupan dan penghidupan, serta tidak terlalu menggantungkan diri terhadap orang lain. Adapun yang menjadi landasan psikologis, adalah dengan pendidikan yang baik kepada mereka dapat dikembangkan rasa percaya diri dan harga dirinya. Dengan latihan serta pendidikan yang baik dapat mengatasi kelainannya, sehingga „kecacatan‟nya tidak dirasakan sebagai beban baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Sedangkan landasan sosiologisnya adalah meskipun mere mengalami kelainan, namum mereka akan mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, bahkan dapat ikut serta secara aktif dalam bermasyarakat, dengan demikian mereka memiliki status sebagai bagian dari anggota masyarakat dan warga Negara. Landasan penyelenggaraan SLB dan SDLB yaitu: UUD 1945, UU Sisdiknas, PP tentang PLB, serta landasan pedagogis, psikologis dan sosiologis.

Sekolah integrasi Sub Direktorat PSLB (1992:3) memaknai pendidikan integrasi sebagai pendidikan yang menempatkan anak-anak berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan anak normal dalam satu kelas. Barbara Clark dalam Mulyono Abdurahman (1996:100) memaknai pendidikan integrasi sebagai pendidikan yang berupaya mengoptimalkan fungsi kognitif, afektif, fisik dan intuitif secara terintegrasi. S.A. Bratanata (1974) mengemukakan bahwa pendidikan integrasi adalah pendidikan bagi anak-anak berkelainan yang diterima bersama-sam dengan anak normal dan diselenggarakan di sekolah biasa. Unicef information mengemukakan bahwa “An innovative programme in Indonesia called “Sekolah Integrasi” or integrated school, is managing on small but growing scale to introduce blind children in to ordinary primary schools and give them change of normal education” (Darodjat Natanegara, 1980). Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa di Indonesia terdapat inovasi program pendidikan yang dikenal dengan “sekolah integrasi” atau sekolah integrasi yang sedang dirintis pada sebuah daerah kecil tetapi berkembang dengan baik. Tujuan program ini adalah untuk memasukkan anak-anak tunanetra ke sekolah-sekolah dasar biasa dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti pendidikan biasa atau pendidikan untuk anak-anak normal. Sedangkan Dwidjosumarto (1996:68) mengungkapkan bahwa system pendidikan integrasi adalah system pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak luar biasa belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dari beberapa pemaknaan tentang pendidikan integrasi di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendidikan integrasi adalah memberi kesempatan pada anak-anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya di sekolah umum yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Hanya ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh anak berkebutuhan khusus, dalam pendidikan integrasi anak-anak penyandang cacat yang mengikuti kelas khusus atau sekolah khusus dipindah ke sekolah reguler ketika mereka dianggap siap untuk mengikuti suatu kelas di sekolah reguler. Mereka dididik dalam seting terpisah agar di kemudian hari dapat mengikuti pembelajaran di kelas reguler. Penempatan mereka sering berdasarkan keberfungsiannya atau pengetahuannya tidak berdasarkan usianya, sehingga ada kemungkinan anak berumur sembilan tahun duduk di kelas satu sekolah reguler.

Sekolah inklusif merupakan sebuah konsep atau pendekatan pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang tanpa kecuali (Supriadi, 2003). Semua anak memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan. Hak dan kesempatan tersebut tidak dibedakan oleh keragaman karakteristik individu secara fisik, mental, social, emosional dan bahkan status social ekonominya. Pendidikan ini sejalan dengan filosofi pendidikan nasional Indonesia yang tidak membatasi akses peserta didik ke pendidikan hanya perbedaan kondisi awal dan latar belakangnya. Inklusipun tidak hanya bagi anak-anak berkebutuhan khusus, melainkan berlaku untuk semua anak. Gagasan pendidikan inklusif sejalan dengan kecenderungan global sejak satu dasawarsa terakhir, dimana-mana orang berbicara tentang perlunya dikembangkan perspektif pendidikan yang lebih inklusif, pendidikan yang tidak diskriminatif, pendidikan yang ramah untuk semua anak. Ini sejalan dengan isu-isu hak asasi manusia (human right), hak-hak anak (childrent’ right), gerakan pro-kemanusiaan. Pendidikan yang memihak semua anak tersebut dinyatakan oleh UNESCO dalam deklarasi tentang pendidikan untuk semua (education for all). Penerapan konsep inklusi melalui pintu masuk pendidikan luar biasa, juga memiliki arti khusus, karena pada akhir-akhir ini telah terjadi perubahan pendidikan luar biasa dari pendekatan yang sifatnya segregartif menuju inklusif. Ini terepresentasikan pada terjadinya perubahan dari special education ke special needs education yang memiliki implikasi yang luas terhadap praktek pendidikan. Untuk itu, pendidikan inklusif merupakan strategi utama dalam menangani anak -anak secara integrasi, Sapon-Shevin (O’Neil, 1994/1995), mendefinisikan inclusion sebagai system layanan pendidikan luar biasa yang mempersyaratkan agar semua anak luar biasa bersama teman-teman seusianya. Untuk itu, Sapon Shevin menekankan adanya resrukturisasi di sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber dan dukungan dari semua guru dan murid. Stainback dan Stainback (1990), “Sekolah yang inklusif adalah sekolah yang menampung semua anak di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap anak maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah yang inklusif juga merupakan tempat setiap anak diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuan individualnya terpenuhi”. Hal ini sejalan dengan pendapat Powel & Caseau (2004) yang menyatakan bahwa hal terpenting dari pendidikan inklusif adalah menolong anak dalam hal-hal akademik dan social. Prinsip dasar pendidikan inklusif adalah bahwa semua anak harus memperoleh kesempatan untuk besama-sama belajar dalam satu komunitas. Hal ini berarti bahwa sekolah umum harus dilengkapi untuk melihat dan menanggapi kebutuhan-kebutuhan pelajar yang beraneka ragam, termasuk mereka yang secara tradisional telah tersingkirkan, baik dari skses sekolah maupun peran serta setara di sekolah. Pendidikan inklusif berarti bahwa sekolah dan guru harus mengakomodasi perbedaan individual di tengah-tengah layanan klasikal. Untuk itu inklusifitas ini menguntungkan bagi sekolah, guru-guru, dan seluruh peserta didik. Karena dalam hal yang demikian terjadi saling memberi keuntungan dan kekuatan-kekuatan dibalik kekurangan-kekurangannya. Prinsip ini mengakui bahwa sekolah adalah komunitas pembelajar, pendidikan sebagai tujuan seumur hidup, dan sasaran akhir tercapainya warga Negara yang sehat dan produktif yang secara penuh ikut memberikan sumbangan pada kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya bangsa, masyarakat, dan keluarga. Adabeberapa cara khusus yang dapat menolong untuk mengintegrasikan dan memelihara anak-anak berkelainan (berkebutuhan khusus) di dalam sekolah umum. Hal ini termasuk pula 1) strategi pelatihan pra-layanan dan layanan di lapangan bagi para pendidik dan administrator; 2) pusat sumber daya tersentralisasi, kerjasama dan program penjangkauan; 3) memobilitasi dan melatih orang tua sebagai sumber daya; 4) kolaborasi multi-sektor dan meningkatkan kapasitas program rehabilitasi berbasis masyarakat. Tindakan-tindakan tersebut di atas membutuhkan jaminan mutu tersentralisasi dan jaminan hak asasi manusia, dan pendanaan terdesentralisasi untuk mengadakan inisiatif dan praktek inovatif yang memenuhi kebutuhan spesifik pada tingkat lokal. Folam berbasis sumber daya manusia harus dipakai untuk mengalokasikan dana pada tingkat lokal berdasarkan kebutuhan program dengan mengkhususkan pada tingkat dukungan (seperti ukuran kelas, guru pendukung), dan parameter-parameter lainnya dikaitkan dengan parameter-parameter pendidikan bermutu. Alokasi yang mendorong sistem yang seragam dalam penyampaian layanan pendidikan, dan yang menentukan dengan standar-standar kinerja adalah terbukti paling efektif.

2.b keuntungan  beberapa pihak dalam implementasi pendidikan inklusif
      Manfaat Pendidikan Inklusif untuk peserta didik antara lain:
·   Menanamkan dan mengembangkan kepercayaan dir
·   Bangga pada diri sendiri atas prestasi yang diperolehnya
·   Belajar secara mandiri
·   Mencoba memahami dan mengaplikasikan pelajaran di sekolah dalam kehidupan sehari- hari
·   Berinteraksi secara aktif bersama teman dan guru
·   Belajar menerima perbedaan dan beradaptasi terhadap perbedaan itu
·    Anak lebih kreatif dalam pembelajaran

Manfaat Untuk Guru antara lain:
·   Mendapat kesempatan belajar cara mengajar yang baru dalam melakukan pembelajaran bagi peserta didik yang memiliki latar belakang dan kondisi yang beragam;
·   Mampu mengatasi tantangan;
·  Mampu mengembangkan sikap yang positif terhadap anggota masyarakat, anak dan situasi yang beragam;
·   Memiliki peluang untuk menggali gagasan-gagasan baru melalui komunikasi dengan orang lain di dalam dan di luar sekolah;
·   Mampu mengaplikasikan gagasan baru dan mendorong peserta didik lebih proaktif, kreatif dan kritis;
·   Memiliki keterbukaan terhadap masukan dari orang tua dan anak untuk memperoleh hasil yang positif;
·   Mendapat peluang yang lebih besar dari masyarakat dalam hal bantuan dan dukungan berdasarkan hasil kerja mereka;
·   Memperoleh kepuasan kerja dan pencapaian prestasi yang lebih tinggi ketika semua peserta didik berhasil.  Perlu digarisbawahi bahwa keberhasilan semua peserta didik lulus ujian tertulis.
·   Di sekolah yang inklusif, ramah terhadap pembelajaran, terbuka kesempatan bagi relawan untuk membantu pelaksanaan pembelajaran melalui kerjasama dengan guru.

Manfaat Untuk Orang Tua
Manfaat bagi orang tua dengan mengunakan “Pendidikan Inklusif” antara Lain:
·   Orangtua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana anaknya dididik.
·           Mereka secara pribadi terlibat dan merasa lebih penting untuk membantu anak belajar. Ketika guru bertanya pendapat mereka tentang anak,
·           orangtua merasa dihargai dan menganggap dirinya sebagai mitra setara dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas untuk anak.
·   Orangtua juga dapat belajar bagaimana cara membimbing anaknya lebih baik di rumah dengan menggunakan teknik yang digunakan guru di sekolah.
·           Mereka juga belajar berinteraksi dengan orang lain, serta memahami dan membantu memecahkan masalah yang terjadi di masyarakat.
·   Terpenting mereka mengetahui bahwa anaknya – dan semua anak- menerima pendidikan yang berkualitas.

Manfaat Untuk Masyarakat
 “Pendidikan Inklusif” juga memberikan manfaat bagi masyarakat
o          Masyarakat lebih merasa bangga ketika lebih banyak anak bersekolah dan mengikuti pembelajaran.
o          Mereka menemukan lebih banyak “calon pemimpin masa depan” yang disiapkan untuk berpartisipasi aktif di masyarakat.
o  Masyarakat melihat bahwa potensi masalah sosial seperti kenakalan dan masalah remaja bisa dikurangi.
o          Anggota masyarakat menjadi lebih terlibat di sekolah dalam rangka menciptakan hubungan lebih baik antara sekolah dan masyarakat.

Hal yang perlu diperbaiki dalam Pendidikan Inklusif
a.  Banyak sekolah yang masih kesulitan dalam menangani macam-macam  ABK
b.  Menyusun kurikulum yang sangat heterogen
c.  Kesulitan mengakomodasi semua anak
d.  Kerja sama dengan pihak-pihak lain untuk menangani ABK (dokter, psikolog, orang tua)
e.  Pembelajaran yang di pusatkan terhadap kebutuhan anak (banyak guru yang masih kesulitan)
f.          Banyak guru yang masih kesulitan dalam asesmen, intervensi, penyusunan program, sehingga masih butuh waktu untuk belajar bagi guru-guru reguler
g.  penerimaan siswa baru (tidak ada persyaratan untuk masuk di sekolah inklusif)
h.  kreatifitas guru dalam mengasesmen siswa untuk mengetahui hambatan yang dialami anak.
i.  Kreatifitas guru dalam mengajar ABK  khususnya bagi guru Reguler
j.  Tahap penilaian untuk ABK
k.  Sumber dana dari pemerintah masih dianggap minim.

Cara mengatasi hambatan-hambatan tersebut adalah dengan memberikan workshop kepada guru-guru reguler dan ABK tentang bagaimana penanganan bagi ABK (asesmen, penyusunan program, penyampaian materi, dan evaluasi). Selain itu untuk mengatasi masalah minimnya dana dapat di siasati dengan mencari bantuan  ke dinas-dinas yang lain atau dinas pendidikan pusat.
Saya mengembangkan perencanaan strategik untuk mengembangkan pendidikan inklusif  di institusi sekolah. Langkah strategik yang saya kembangkan adalah:
·        Visi, Misi, dan Tujuan Organisasi jangka panjang, menengah, dan pendek.
·        Garis-garis besar haluan organisasi  sbg pedoman kerja dalam mewujudkan tujuan.
·        Profil organisasi (gambaran konkrit  kemampuan organisasi; kondisi riil sumber daya organisasi: Kekuatan, kelemahan,  peluang, tantangan, dan  kemampuan menanggulanginya.
·        Berbagai alternatif tindakan  yang akan dilakukan,
·        Alternatif tindakan yang paling strategis sehingga   peluang keberhasilannya sangat tinggi.
·        Tenaga kerja yg memenuhi berbagai persyaratan
·        Alat, media, dan sarana yang tepat
·        Struktur organisasi yang tepat untuk efektivitas dan efisiensi kerja.
·        Sistem pengawasan yang akuntable dan transfaran.
·        Sistem penilaian yang tepat untuk menentukan keberhasilan dan kegagalan strategi yang ditempuhnya.
·        Sistem umpan balik untuk dijadikan bahan penetapan kebijakan selanjutnya. Implikasi dari rencana strategik tersebut saya kembangkan sebagai berikut:

RANCANGAN PENGEMBANGAN SEKOLAH INKLUSIF

Setelah mengetahui kebutuhan spesifik yang dibutuhkan oleh masyarakat, maka dilanjutkan dengan tahapan mendiagnosis masalah-masalah yang akan terjadi di dalam perencanaannya pengembangan sekolah inklusif, yaitu :
·         Penolakan dari intern (khususnya tenaga pengajar serta anggota yayasan), orang tua serta peserta didik terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif dan anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah.
·         Penolakan dari warga masyarakat sekitar baik yang ingin menyekolahkan anaknya maupun tidak tentang pelaksanaan pendidikan inklusif.  
·         Kemampuan para guru yang belum memadai dalam menangani anak berkebutuhan khusus di dalam kelas.
·         Belum terdapatnya guru pendidikan luar biasa/pendidikan kebutuhan khusus di sekolah tersebut, sehingga guru kurang mendapatkan informasi mengenai anak berkebutuhan khusus.
·         Sumber pendanaan yang terbatas, karena saat ini satu-satunya sumber berasal dari Sumbangan Pengembangan Pendidikan (SPP) dari peserta didik.
·         Aksesibilitas lingkungan fisik yang kurang menunjang, seperti bangunan yang bertingkat-tingakat (3 lantai), keberadaan tangga-tangga yang digunakan sebagai jalan utama serta lantai yang berundak-undak.
·         Belum terdapatnya pengadaan alat bantu khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk memungkinkan mereka mengakses kegiatan belajar bersama-sama.
·         Prosedur penanganan anak berkebutuhan khusus yang belum jelas.
·         Waktu yang terbatas untuk pengembangan sekolah menjadi sekolah inklusi (sekitar 6 bulan).
·         Belum terciptanya suatu program yang melibatkan peran serta aktif masyarakat lingkungan sekitar, sehingga anak berkebutuhan khusus dapat terjun langsung ke masyarakat dan hidup mandiri.  
·         Kebijakan sekolah yang dibuat secara berlapis-lapis (diputuskan oleh kepala sekolah dan ketua yayasan), mengakibatkan suatu kebijakan yang diambil harus menempuh waktu yang cukup lama sebelum dapat dilaksanakan.

Rancangan Pengembangan 6 bulan.
Untuk penentuan komponen-komponen yang terdapat didalam rancangan pengembangan sekolah menjadi sekolah inklusi ini, kami merunut konsep pertolongan dalam pekerjaan sosial yang terdapat di dalam buku Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya yang diadaptasikan kedalam proses pendidikan. Komponen-komponen tersebut meliputi :
a.                    Peserta Didik
Seluruh peserta didik mempunyai hak untuk dibantu dan mendapatkan pelayanan. Mereka dibantu dengan berbagai cara, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Peserta didik perlu mendapatkan pelayanan sebagai manusia yang kompleks sehingga ia akan mendapatkan bantuan yang memadai, perasaan, keluhan dan permasalahannya didengar serta diperhatikan.
Rancangan pengembangan sekolah menjadi sekolah inklusi ini diharapkan sekolah dapat memberikan layanan  terhadap semua anak tanpa melihat perbedaan yang ada (kondisi fisik, jenis kalamin,  bahasa dan lain-lain) semua  anak baik yang mempunyai hambatan dalam perkembangannya maupun tidak dapat bersekolah bersama-sama dan pelayanannya  disesuaikan dengan  kondisi dan kebutuhan anak. Salah satu program yang dirancang untuk mengakomodasi seluruh peserta didik di sekolah  dalam segi masalah materi adalah “one student one friend” (orang tua asuh). Program ini dilaksanakan dengan melibatkan orang tua peserta didik yang mampu untuk dapat membantu teman-temannya yang kurang beruntung.  
Sedangkan penolakan dari peserta didik bersekolah  terhadap hadirnya teman yang berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah dapat berupa tindakan membuat labeling terhadap temannya yang berkebutuhan khusus (contoh : anak bodoh, anak nakal, orang gila dan lain-lain), menjauhi teman yang berkebutuhan khusus bahkan terkadang sampai memperolok-olok temannya yang berkebutuhan khusus tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan peran serta aktif baik dari guru maupun orang tua. Hal-hal yang dapat dilakukan yaitu :
·         Mensosialisasikan keberadaan, kesamaan dan hak-hak teman-temannya yang memiliki kebutuhan khusus, sehingga diharapkan tidak terjadi labeling terhadap temannya yang memiliki kebutuhan khusus. Bentuk sosialisasinya dapat berupa penempelan poster-poster dan artikel singkat di mading sekolah dan menyisipkan materi untuk menghargai dan mencintai teman-temannya yang memiliki kebutuhan khusus di setiap materi pelajaran.
·         Membuat keadaan sehingga peserta didik merasa yakin bahwa tidak terdapat perbedaan perlakuan terhadap teman-temannya yang berkebutuhan khusus, sehingga anak-anak dapat mempelajari hal itu dan mengaplikasikannya secara terus menerus.
·         Membuat sebuah forum di jejaring sosial mengenai gerakan untuk membantu dan menghargai teman-temannya yang berkebutuhan khusus yang dikelola oleh guru, sehingga anak-anak mendapatkan informasi positif yang sangat jelas.
·         Membuat suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh seluruh peserta didik (termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus) untuk memperingati hari penyandang cacat sedunia sehingga mereka dapat belajar secara nyata untuk bekerjasama dengan orang lain tanpa melihat perbedaan kondisi setiap orang.
·         Membuat display hasil karya bagi seluruh peserta didik terutama peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus yang dapat diakses oleh seluruh peserta didik, sehingga mereka semakin menghargai teman-temannya yang berkebutuhan khusus.
Selain mengatasi penolakan dari peserta didik, juga perlu diketahui akan adanya penolakan dari orang tua peserta didik terhadap hadirnya keberadaan anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah putra-putri mereka dikarenakan timbulnya rasa tidak aman, tidak nyaman dan ketakutan yang berlebihan terhadap putra/putri mereka. Orang tua sangat membutuhkan informasi yang jelas mengenai inovasi/perubahan yang terjadi di lingkungan sekolah putra-putri mereka. Beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu :
·         Membuat pertemuan orang tua peserta didik dalam bentuk seminar dengan mendatangkan orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus atau ahli-ahli yang berkompeten di bidangnya.
·         Mensosialisasikan pelaksanaan pendidikan inklusif kepada kalangan orang tua berupa pemasangan spanduk, poster-poster, info singkat serta artikel di sekitar lingkungan sekolah, majalah assalaam, jejaring sosial, di sekolah serta madding sekolah.  
·         Membuat diskusi-diskusi online di website maupun jejaring sosial tentang pendidikan inklusif serta anak berkebutuhan khusus.
·         Mengikutsertakan beberapa orang tua peserta didik sebagai tim pengawas pelaksanaan pendidikan inklusif.
b.       Guru Pendidikan Luar Biasa.
Guru pendidikan luar biasa mempunyai beberapa posisi dan peranan selama proses pendidikan. Guru pendidikan luar biasa juga mempunyai kewenangan dan tanggung jawab. Guru pendidikan luar biasa dapat bertindak sebagai pemberi layanan langsung, pemberi nasehat, pengawas, pembela dan lain sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa guru pendidikan luar biasa banyak melakukan peranan. Guru pendidikan luar biasa perlu memiliki kepercayaan diri, identitas dan pribadi yang professional guna diterapkan dalam pendidikan inklusif.
Untuk rancangan pengembangan sekolah menjadi sekolah inklusi ini maka memerlukan beberapa tenaga guru pendidikan luar biasa. Beberapa deskripsi tugas dari guru pendidikan luar biasa ini yaitu :
·         Membantu guru kelas dan guru mata pelajaran dalam membuat program pembelajaran yang mengakomodasi kebutuhan anak.
·         Membuat dan melaksanakan materi pengembangan sikap dan potensi diri yang dilakukan oleh guru pendidikan luar biasa. Materi ini dilakukan selama 1 kali seminggu dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran.   
·         Membantu guru kelas dan guru mata pelajaran dalam membuat asessmen.
·         Membantu guru kelas dan guru mata pelajaran dalam mengkondisikan anak berkebutuhan khusus di dalam kelas (terutama untuk anak yang mengalami ADHD dan ketidakstabilan emosi).
·         Membuat program pembelajaran untuk masing-masing anak berkebutuhan khusus agar perilakunya menjadi lebih adaptif.
·         Membuat program layanan kesulitan belajar.
·         Membantu PKS Sarana dan Prasarana dalam penyediaan alat bantu untuk anak berkebutuhan khusus dan peningkatan aksesibilitas lingkungan fisik.
c.        Guru kelas dan guru mata pelajaran.
Guru kelas dan guru mata pelajaran harus menciptakan manajemen kelas yang kondusif, suasana belajar dan strategi pembelajaran yang menarik dan mengerti kebutuhan masing-masing anak. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru kelas dan guru mata pelajaran diantaranya adalah :
o        Disiplin dalam pengelolaan waktu kelas, setiap kelas mempunyai time table yang di dalamnya tercantum waktu untuk menyerut pensil, ke kamar mandi, waktu istirahat dan waktu pulang.
o        Membuat media yang dapat membuat peserta didik merasa dihargai terhadap sesuatu apapun yang mereka lakukan setiap harinya.
o        Membuat media pembelajaran yang menarik dan inovatif, seperti menggunakan komputer dan teknologi dalam pembelajaran.
o        Melakukan pembelajaran yang kooperatif, sehingga peserta didik didorong bekerja sama dalam melakukan tugas yang menciptakan sikap toleransi, saling tolong menolong, menghargai dan tanggung jawab.
Faktor penolakan dari kalangan intern (guru) yang paling mendominasi dikarenakan adanya ketakutan karena tidak terdapatnya fasilitas sekolah serta kompetensi guru yang kurang memadai untuk melaksanakan pendidikan inklusif. Selain itu juga, timbulnya rasa tidak percaya diri untuk melaksanakan perubahan-perubahan yang akan terjadi. Sehingga, untuk mengatasi hal tersebut sekolah sangat perlu untuk menumbuhkan kepercayaan diri di kalangan guru untuk melaksanakan pendidikan inklusif. Beberapa langkah yang dapat ditempuh diantaranya adalah ;
·         Membuat seminar/in house training/workshop mengenai pelaksanaan pendidikan inklusif dan penanganan anak berkebutuhan khusus dengan mendatangkan ahli-ahli yang berkompeten di bidangnya.
·         Melakukan studi banding terhadap sekolah yang melaksanakan dan berhasil melakukan pendidikan inklusif.
·         Meningkatkan kemampuan guru untuk mendukung terlaksananya pendidikan inklusif, hal ini dilakukan dengan melakukan pelatihan yang berisikan modul materi dan praktek tentang pengantar pendidikan inklusif, psikologi perkembangan anak, asessmen dan hambatan perkembangan anak (Pelatihan ini dapat dilakukan setiap hari Jum’at – Sabtu 11.00 – 14.00 WIB). Hasil dari pelatihan ini diharapkan secara langsung dapat diterapkan di kelas yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
d.       Sekolah
Secara fisik, sekolah merupakan tempat atau pusat dimana pendidikan dilaksanakan. Sekolah merupakan suatu unit pendidikan yang telah diberi ijin oleh pemerintah. Sekolah dapat didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat sendiri.  

Kepala sekolah diharapkan mampu mengkoordinasikan pelaksanaan pendidikan inklusif kepada seluruh anggota sekolah, sehingga diharapkan pelaksanaan pendidikan inklusif dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

Untuk rancangan pengembangan sekolah menjadi sekolah inklusi dalam kurun waktu 1 tahun pertama ini akan dibentuk beberapa kelas di setiap levelnya, dengan pembagian yang akan dijelaskan dengan menggunakan tabel di bawah ini: 
Kls


Jumlah Murid
Proyeksi Jumlah ABK
Keterangan
1
1A
25
2
Low Vision + Ketidakstabilan Emosi
2
1B
30
1
ADHD
3
1C
30
1
Ketidakstabilan Emosi
4
1D
30
1
Slow Learner
5
1E
30
1
Slow Learner
6
1F
30
1
Tunarungu
7
2B
33
1
ADHD
8
2C
35
1
Slow Learner
9
6D
32
1
Slow Learner
Tabel 7. Perencanaan Kelas


e.        Prosedur Penganan Peserta Didik
Suatu prosedur penanganan peserta didik yang jelas perlu dibuat, sehingga nantinya diharapkan tidak terjadinya tumpang tindih pelaksanaan pekerjaan yang dapat menyebabkan anak tidak tertangani. Prosedur penanganan peserta didik yang diadaptasi berdasarkan proses pertolongan pekerjaan sosial Max Siporin yang terdapat didalam buku Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya. Sistem penanganan peserta didik dapat dilihat di bawah ini :  





Calon
Peserta Didik



Intake :
Pendaftaran
(dilakukan oleh staf penerimaan murid baru dan administrasi)






Assessment :
Mengumpulkan informasi-informasi tetang peserta didik sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menyeleksi anak dan mengatahui hambatan yang dialami oleh anak
(dilakukan oleh guru pendidikan luar biasa)






Anak Berkebutuhan Khusus


Anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus




ABK
(yang belum memiliki diagnose dari psikolog/dokter anak)
ABK
(yang memiliki diagnose dari psikolog/dokter anak)




KELAS
(dilakukan oleh wali kelas, GMP dibantu oleh guru pendidikan luar biasa)
·         Mengeksplorasi permasalahan-permasalahan yang terjadi.
·         Mengeksplorasi alternatif-alternatif solusi masalah.
·         Memformulasikan strategi pembelajaran.
Anamesa




DESKRIPSI KEBUTUHAN ANAK DAN SARAN PENANGGULANGAN





Planning :
·         Memformulasikan proses dan sistem pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak.
·         Membuat kontrak kerjasama antara orang tua peserta didik dan pihak sekolah.
(Dilakukan oleh guru pendidikan luar biasa dan orang tua peserta didik)






Evaluation & Termination :
(Evaluasi hasil belajar – Penanganan anak berkebutuhan khusus)
Dilakukan oleh guru kelas, guru mata pelajaran dan guru luar biasa


            Gambar 4. Prosedur Penanganan Peserta Didik
Rancangan Lanjutan Pengembangan 2 tahun.
Rancangan pengembangan 2 tahun ini merupakan kelanjutan dari program rancangan pengembangan 6 bulan. Jika pada kurun waktu 6 bulann hanya terdapat 9 kelas inklusi, maka dalam rancangan pengembangan 2 tahun ini diharapkan seluruh kelas di sekolah  menjadi kelas inklusi. Beberapa langkah rancangan lanjutan pengembangan 2 tahun diantaranya adalah :  
·         Melanjutkan program sosialisasi pendidikan inklusif kepada guru, orang tua dan masyarakat sekitar lingkungan sekolah melalui berbagai media yang dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi.
·         Mensosialisasikan secara terus menerus tentang keberadaan anak berkebutuhan khusus kepada seluruh peserta didik, baik di dalam ataupun di luar kegiatan belajar mengajar.
·         Mensosialisasikan keberadaan dan keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusif melalui berbagai media (cetak dan elektronik) dan sarana (forum komunikasi guru), sehingga diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk melaksanakan pendidikan inklusif disetiap sekolah yang berada di kelurahan Balonggede khususnya dan Indonesia pada umumnya.
·         Mengumpulkan dana untuk menunjang terlancarnya pendidikan inklusif, dana ini diharapkan berguna untuk membangun fasilitas-fasilitas yang menunjang pelaksanaan pendidikan inklusif, yang bersumber dari industri yang berada di dalam ataupun di luar lingkungan sekolah.  
·         Membuat kerjasama dengan dokter dan psikolog anak untuk membantu secara intensif pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah, nantinya diharapkan dokter dan psikolog anak dapat memberikan saran dan masukan didalam proses pembelajaran.
·         Menjalin hubungan yang harmonis dengan pihak eksternal, seperti instansi perusahaan yang terdapat di lingkungan sekitar ataupun tidak di sekitar sekolah serta masyarakat dan fasilitas yang terdapat di lingkungan sekitar untuk turut serta membantu proses pembelajaran. Sebagai contoh, ketika anak mempelajari tentang jual-beli maka anak-anak dapat menggunakan fasilitas yang terdapat di lingkungan sekitar (pasar/supermarket).
·         Merancang suatu fasilitas sekolah yang mendukung seluruh kebutuhan anak, seperti penyediaan taman hijau, pembongkaran lantai yang berundak-undak, perbaikan toilet, pembelian software pembelajaran, sehingga nantinya sekolah ini diharapkan dapat menerima semua anak sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, termasuk anak yang mempunyai hambatan fisik.
Evaluasi
Evaluasi rancangan pengembangan sekolah menjadi sekolah inklusi harus dilakukan setiap tahun untuk mengetahui sejauh mana rancangan tersebut dilaksanakan. Evaluasi ini hendaknya dilakukan oleh pihak pihak guru dan sekolah sebagai pelaksana langsung pendidikan inklusif. Beberapa indikator yang akan dievaluasi dalam pelaksanaan pendidikan inklusif ini adalah :
1.        Studi kasus pada setiap anak yang mengalami kebutuhan khusus, yang meliputi hasil belajar anak dan keefektifan penanganan anak berkebutuhan khusus di dalam kelas.
2.        Keberhasilan rancangan pengembangan yang telah diprogramkan di sekolah.
Rekomendasi
     Beberapa rekomendasi yang diajukan oleh kami diantaranya adalah :
1.        Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang mempunyai potensi untuk menjadi sekolah inklusi.
2.        Komponen guru kelas, guru mata pelajran dan guru pendidikan luar biasa sebagai pelaksana langsung pendidikan inklusif harus memiliki profesionalitas, identitas dan kepercayaan diri.
3.        Evaluasi pendidikan inklusif harus dilakukan secara intensif untuk mengetahu keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusif.

No comments:

Post a Comment